JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kecolongan dalam publikasi spesies serangga baru, Megalara garuda. Publikasi hasil kerjasama riset antara LIPI dengan University of California, Davis itu tidak menyertakan nama peneliti serangga LIPI, Rosichon Ubaidillah yang sebenarnya terlibat penelitian.
Rosichon saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/4/2012), mengatakan, "Ini kita betul-betul kecolongan. Saya dan kita dari LIPI betul-betul kecewa dan marah juga."
Terkait dengan peristiwa ini, Rosichon mengatakan bahwa Indonesia tidak boleh merugi lagi. "Sekarang yang paling penting, spesimen yang digunakan untuk identifikasi itu harus dikembalikan ke Indonesia. Sampai sekarang belum ada," ungkap Rosichon.
Spesimen yang dipakai untuk identifikasi (holotype) harus menjadi salah satu koleksi yang menambah kekayaan koleksi di Museum Zoologi Bogor. Koleksi spesimen sangat berguna bagi penelitian taksonomi selanjutnya, sebagai bahan pembanding untuk menemukan spesies baru lainnya.
University of California Davis saat ini memiliki ratusan ribu spesies serangga. Lynn S Kimsey, peneliti yang terlibat dalam penemuan Megalara garuda sudah menemukan 300 spesies baru.
Sebagai perbandingan, Museum Zoologi Bogor masih belum mampu menjadi representasi keanekaragaman hayati Indonesia. Masih banyak spesies asal Indonesia yang disimpan di Eropa, bahkan Singapura.
Terkait permintaan Rosichon untuk mengembalikan holotype Megalara garuda ke Indonesia, Wakil Kepala LIPI, Endang Sukara, mengatakan hal itu harus dilakukan.
"Spesimen itu kan milik kita. Kalau kita minta ya mereka (UC Davis) harus manut," kata Endang saat dihubungi, Rabu (4/4/2012).
Endang mengatakan bahwa LIPI akan mempelajari kasus ini. Menurutnya, mengikutsertakan nama peneliti Indonesia, jika memang terlibat riset, adalah suatu keharusan dan bagian dari etika.
Jika terbukti melanggar etika, maka LIPI akan menyurati University of California, Davis, terkait hal ini.