page view stat

Archive for Oktober 2011

SARBANES OXLEY ACT


.

SARBANES OXLEY ACT

Salah satu tema yang sangat menarik dalam Association Certified Fraud Examiner (ACFE) Annual Fraud Conference ke-14 di Chicago adalah diterbitkannya Sarbanes Oxley Act (SOX atau SOA). Undang-undang ini merupakan suatu terobosan dan sebagai reformasi terbesar di USA khususnya dan dunia pada umumnya bagi penilaian corporate governance sejak diterbitkannya Securities Acts of 1933 and 1934.

Undang-undang tersebut diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio). Undang-undang ini diterbitkan sebagai jawaban dari Kongres Amerika Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti: Enron dan kemudian diikuti oleh WorIdCom, Qwest, Tyco, HeaIthSouth dan lain-lain, yang juga melibatkan beberapa Kantor Akuntan Publik (KAP) yang termasuk dalam kelompok lima besar "the big five" seperti: Arthur Andersen, PWC, dan KPMG. Semua skandal ini merupakan contoh yang tragis dan menyedihkan bagaimana skema kecurangan (fraud schemes) berdampak sangat buruk terhadap pemegang saham, pasar, pegawai dan masyarakat dalam arti luas

Harapan dari ditanda tanganinya undang-undang sarbanese oxley oleh preseiden George Walker Bush pada tanggal 30 Juli 2002 adalah untuk memberikan dampak positif bagi berbagai profesi, antara lain : akuntan publik bersertifikat (CPA); kantor akuntan publik (KAP); perusahaan yang memperdagangkan sahamnya (listed di bursa US (termasuk direksi, komisaris, karyawan, dan pemegang saham); perantara (broker); penyalur (dealer); pengacara yang berpraktik untuk perusahaan publik; investor perbankan serta para analis keuangan. Penerapan undang-undang tersebut dilatarbelakangi oleh bangkrutnya sejumlah korporasi di Amerika Serikat.

Pricewaterhouse Coopers menyatakan bahwa SOA merupakan undang-undang yang paling penting untuk mempengaruhi tata kelola perusahaan, disdosure tentang finansial, dan praktik akuntansi publik semenjak tahun 1930-an. Berdasarkan ringkasan dari SOA menunjukan adanya pengaturan tentang akuntabilitas, pengawasan, penegakan hukum, dan keakuratan pelaporan keuangan dalam perusahaan publik.

Sebelum terjadinya Great Depression (1929-1930), perusahaan publik dapat menyusun laporan keuangan "semau Gue" dan menentukan sendiri metode yang menurut mereka layak dalam penyajian laporan keuangan. Dalam situasi "tanpa standar" tersebut telah menyebabkan terjadinya praktik window-dressing yang sangat merugikan investor. Setelah masa Great Depression, maka dengan Undang-undang Pasar Saham (Securities Act, 1933) dibuatlah standar yang disebut GAAP. GAAP merupakan suatu standar awal dalam pengukuran dan pengungkapan dalam pelaporan keuangan.

Legalisasi Sarbanes-Oxley Act (SOA)

Karena adanya desakan dari masyarakat, Congress cepat untuk bertindak. Pada tanggal 30 Juli 2002, Presiden Walker Bush mengesahkan suatu undang-undang yang bernama Sarbanes-Oxley Act of 2002. Undang-undang tersebut bermaksud untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pasar modal dan menetapkan kewajiban dan hukuman yang berat bagi perusahaan publik dan para eksekutif, direksi, auditor, pengacara, dan analis saham yang melanggar aturan yang telah ditetapkan.

Undang-undang ini merupakan reformasi terbesar di USA bagi penilaian corporate governance sejak diterbitkannya Securities Acts of 1933 and 1934. Oleh karena itu merupakan suatu keharusan bagi para akuntan, auditor dan fraud examiners untuk mempelajari undang undang ini, dan termasuk juga Statement on Auditing Standards (SAS) No. 99, agar mengetahui pengaruhnya bagi organisasi publik, swasta maupun jenis organisasi yang lain serta tanggung jawab apa saja yang menjadi kewajibannya.

Berikut ini ringkasan isi pokok dari Sarbanes-Oxley Act:

· Membentuk independent public company board untuk mengawasi audit terhadap perusahaan public.

· Mensyaratkan salah seorang anggota komite audit adalah orang yang ahli dalam bidang keuangan.

· Mensyaratkan untuk melakukan full disclosure kepada para pemegang saham berkaitan dengan transaksi keuangan yang bersifat kompleks.

· Mensyaratkan Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) perusahaan untuk melakukan sertifikasi tentang validitas pembuatan laporan keuangan perusahaannya. Jika diketahui mereka melakukan laporan palsu, mereka akan dipenjara selama 20 tahun dan denda sebesar US$5 juta.

· Melarang kantor akuntan publik dari tawaran jasa lainnya, seperti melakukan konsultasi, ketika rnereka sedang melaksanakan audit pada perusahaan yang sama. Hal ini untuk menghindari adanya benturan kepentingan (conflict of interest).

· Mensyaratkan adanya kode etik, terdaftar pada Securities and Exchange Commission (Bapepam-LK), untuk para pejabat keuangan (financial officer) Ancaman hukuman 10 tahun penjara untuk pelaku kecurangan wire and mail fraud.

· Mensyaratkan mutual fund professional untuk menyampaikan suaranya pada wakil pemegang saham, sehingga memungkinkan para investor untuk mengetahui bagaimana saham mereka berpengaruh terhadap keputusan.

· Memberikan perlindungan kepada individu yang melaporkan adanya tindakan menyimpang kepada pihak yang berwewenang.

· Mensyaratkan penasehat hukum perusahaan untuk mengungkap adanya penyimpangan kepada pejabat senior dan kepada dewan komisaris, jika perlu; penasehat hukum tersebut berhenti untuk bekerja sama dengan perusahaan jika manajer senior tersebut mengabaikan laporan tersebut.

Pro dan Kontra Penerapan Sarbanes-Oxley Act (SOA)

Berikut ini sejumlah kritik terhadap penerapan Sarbanes-Oxley Act (SOA) :

1. Membutuhkan biaya besar (it is too costly)

Salah satu perkiraan berdasarkan suatu survai yang dilakukan oleh Financial Executives menyatakan bahwa perusahaan dengan pendapatan sebesar US$5 milyar harus menyisihkan anggaran rata-rata sebesar US$4.7 juta untuk menerapkan pengendalian intern yang dipersyaratkan oleh SOA, kemudian juga harus masih mengeluarkan lagi biaya tahunan sebesar US$1.5 juta untuk menjaga kepatuhan.

2. Memiliki dampak negatif bagi perusahaan terhadap persaingan global (it impacts negatively on a firm's global competitiveness)

Argumen ini juga mendasarkan atas biaya yang dikeluarkan untuk menjaga kepatuhan al terhadap undang-undang. Kritik ini berargumen bahwa perusahaan lain yang berasal diluar USA tidak harus menanggung beban ini, kenapa perusahaan-perusahaan USA harus menanggungnya?

3. Pengeluaran pemerintah juga meningkat untuk menerapkan undangundang tersebut (government costs also increase to regulate the law)

The SEC (Bapepam-LK) menerima tip (pengaduan) tentang adanya pelanggaran hokum yang telah disediakan (http://www.sec.gov/complaint.shtml). Jumlah pengaduan meningkat dari 77.000 pada tahun 2001 menjadi 180.000 pada tahun 2003. SEC menerima pengaduan sekitar 250.000 pada tahun 2006. Setiap had diterima lebih dari 1.300 pengaduan lewat e-mail. Sebagian besar pengaduan tersebut berkisar tentang adanya permasalahan akuntansi pada perusahaan publik.

4. Chief Financial Officer (CFO) bertambah bebannya dan tertekan karena harus mematuhi akuntabilitas yang dipersyaratkan oleh undang-undang

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh majalah CFO menyatakan bahwa sejak 2001, 1/5 keuangan mengatakan bahwa mereka merasakan lebih tertekan karena harus menggunakan metode akuntansi dengan penuh pertimbangan untuk menghasilkan laporan keuangan yang lebih baik. Selain itu mereka juga harus melakukan sertifikasi terhadap laporan keuangan.

5. Menurunnya Minat Perusahaan Privat Untuk Menjadi Perusahaan Publik

Argumennya adalah dengan menerapkan SOA menyebabkan perusahaan harus biaya yang begitu besar sehingga untuk perusahaan ukuran kecil dan menengah enggan untuk go publik.

Paul Volcker (ahli dari SEC) dan Arthur Levitt (ahli dari Federal Reserve), memberikan sejumlah argumen terhadap sejumlah kritik terhadap penerapan SOA:

1. Biaya yang dikeluarkan untuk menerapkan SOA adalah lebih kecil dibandingkan jika tidak menggunakannya (the cost of implementing SOA are minimal to the costs of not having it).

Misalkan terjadinya kerugian dalam saham sebesar US$7 triliun, hal ini belum terhitung kerugian yang dialami oleh pegawai, keluarga pegawai, dan dampak ekonomi secara keseluruhan.

2. Perubahan yang dipersyaratan untuk menerapkan SOA adalah sulit (the changes required to implement this law are difficult)

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh majalah Corporate Board Member menyatakan 60% dari 153 direktur berkeyakinan bahwa SOA memiliki dampak positif bagi perusahaan mereka, dan lebih dari 70% berpendapat bahwa hukum juga memiliki dampak positif bagi mereka.

3. Tidak adanya data pendukung terhadap argumen bahwa penerapan SOA akan menyebabkan perusahaan tidak mampu bersaing dalam lingkungan global.

The NASDAQ stock exchange menyatakan telah terjadi penambahan 6 (enam) perusahaan internasional yang listing dalam kuartal kedua selama 2004. Dan berdasarkan survei yang dilakukan oleh Broadgate Capital Advisory dan the Valuae Alliance menyatakan bahwa hanya 8% dari 143 perusahaan asing yang telah go public dan sahamnya diperdagangkan di bursa USA mengklaim bahwa karena SOA akan menyebabkan mereka untuk berfikir ulang untuk memasuki pasar USA.

4. Jika suatu perusahaan menerapkan SOA sebagai alasan tidak untuk go public, perusahaan tidak harus go public atau menggunakan dana dari para investor.

Pasar USA termasuk salah satu pasar yang paling diminati di dunia karena memiliki regulasi yang sangat baik.

5. Para pejabat dibidang keuangan (financial officer) yang protes tentang persyaratan dari SOA, ada kemungkinan mereka tertekan karena sebelumnya tidak memiliki pengendalian intern.

Pada tahun 2003, sebanyak 57 perusahaan dari skala kecil hingga terbesar mengatakan bahwa mereka memiliki kelemahan yang sangat mengkhawatirkan tentang pengendalian, setelah para auditor yang bertugas melakukan tes terhadap pengendalian keuangan diberhentikan. Keputusan ini diambil oleh perusahaan untuk menekan biaya.

KODE ETIK AUDITOR ( DWI FAJAR W )


.

KODE ETIK AUDITOR

Etika itu tentang azas akhlak atau moral. Secara terminology etika itu sendiri menjelaskan, baik atau buruk, benar atau salah untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Jadi kode etik itu muncul buat ngejelasin batasan-batasan untuk seorang pekerja professional. Seorang akuntan juga mempunyai kode etik yang di pakai buat menciptakan pribadi akuntan yang professional, kompeten dan berdaya guna.

Sejarah etika itu udah ada dari berpuluh-puluh tahun yang lalu. Suseno dalam bukunya Ludigdo 2007 bilang kalau filsafat yang ada saat ini ga lepas dari pengaruh bangsa yunani. Hal ini biasa dilihat dari pemikirannya murid-murid pyhtagoras (570-496 SM) yang bilang kalau badan merupakan kubur jiwa, jadi kalau manusia mau jiwanya bebas dari badan, maka dia harus melakukan pembersihan diri. Maksudnya itu harus bertapa dan bekerja secara rohani dengan berfilsafat dan bermatematika serta menyertakan music dan gymnastic sebagai penertib dan penyelarasnya.

Bagi mereka hidup bersama, persaudaraan dan persahabatan itu penting, disambung lagi sama pemikirannya si Democritus ( 460-371 ) yang ngajarin kalau aturan kehidupan itu harus mengusahakan keadilan. Plato juga bilang kalau orang itu baik jika dikuasai oleh akal budi, dan orang yg buruk dikuasai oleh keinginan dan hawa nafsu.

Selain itu ada pemikiran dari yunani yang berasal dari Aristoteles (384-322 SM ), dia mengidentifikasikan etika secara kritis, refleksif dan argumentative, serta di anggap juga sebagai filosofi moral dalam arti sebenarnya. walaupun Aristoteles itu murid dari Plato, tetapi dia menolak ajaran si Plato. Ajaran Aristoteles menolak dari realitas nyata inderawi. Hal lain yang menarik dari Aristoteles adalah ga ada pengetahuan yang pasti mengenai tindakan manusia.

Sementara itu pemikiran Epikorus (314-270 SM) etika itu terjadi dari perlawanannya terhadap belenggu kebebasan manusia. Karena dunia sendiri telah terbelenggu dari mitos-mitos dan takdir. Oleh karena itu kaum Epikorean ingin menyelamatkan dunia dari rasa ketakutan dan budak dari takdir dan mitos-mitos keagamaan. Dari sini maka kaum Epikorean disebut sebagai kaum yang bebas berkehendak.

Suatu rumusan kode etik seharusnya merefleksikan standar moral universal. Standar moral universal tersebut menurut Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) meliputi :

a. Trustworthiness (meliputi honesty, integrity, reliability, dan loyality)

b. Respect (meliputi perlindungan dan perhatian atas hak azasi manusia)

c. Responsibility (meliputi juga accountability)

d. Fairness (meliputi penghindaran dari sifat tidak memihak, dan mempromosikan persamaan)

e. Caring (meliputi misalnya penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan dan tidak perlu)

f. Citizenship (meliputi penghormatan atas hukum dan perlindungan lingkungan)

Ada lagi alasan mengapa kode etik itu harus dibuat, beberapa alasan tersebut menurut (Adams., dkk, dalam Ludigdo, 2007) :

a. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu daoat berperilaku secara etis.

b. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.

c. Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu penandanya.

d. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.

e. Kode etik merupakan sebuah pesan.

Dalam mencapai sasarannya kode etik harus mempunyai empat komponen:

(1) Prinsip-prinsip, yaitu standar ideal daari perilaku etis yang dapat dicapai dalam terminologi filosofis. Dalam dunia auditing, prinsip-prinsip tersebut meliputi: tanggungjawab, kepentingan masyarakat, integritas, obyektivitas dan independensi, kemahiran serta lingkup dan sifat jasa.

(2) Peraturan perilaku, yakni standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus.

(3) Interprestasi

(4) Ketetapan etika yaitu penjelasan dan jawaban yang diterbitkan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan peraturan perilaku yang terjadi.

Historis kode etik yang dikeluarkan oleh IAI adalah sebagai berikut:

(1) Kongres tahun 1973: Penetapan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia.

(2) Kongres tahun 1981 dan tahun 1986: Penyempurnaan kode etik, nama kode etik sebelum tahun 1986 adalah Kode etik IAI dan kongres tahun 1986 mengubah nama tersebut dengan Kode etik Akuntan Indonesia sampai sekarang.

(3) Kongres tahun 1990 dan tahun 1994: Penyempurnaan kode etik.

Brooks menyebutkan dalam suatu pedoman akuntan yang dibuat harusnya ada poin-poin pentingnya. Poin tersebut antara lain :

1. Spesifikasi alasan aturan-aturan umum yang berhubungan dengan :

a. Kompetensi teknis

b. Kehati-hatian

c. Obyektifitas

d. Integritas

2. Memberikan respon :

a. Untuk berperilaku memenuhi kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat

b. Untuk memecahkan konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan, dan antara pihak yang berkepentingan dan akuntan.

3. Memberikan dukungan atau perlindungan bagi akuntan yang akan “melakukan sesuatu dengan benar” (misalnya dengan kode dan laporan masalah etisnya)

4. Menspesifikasikan sanksi secara jelas hingga konsekuensi dari kesalahan akan dipahami

. Sementara itu prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu ada delapan pernyataan. (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007) :

1. Tanggung jawab profesi

2. Kepentingan Publik

3. Integritas

4. Obyektifitas

5. Kompetensi dan kehati-hatian professional

6. Kerahasiaan

7. Perilaku Profesional

8. Standar teknis

IAI Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) telah menyusun aturan etika. Aturan etika ini meliputi :

1. Independensi, Integritas, dan Obyektifitas.

2. Standar Umum dan Prinsip Akuntansi

3. Tanggungjawab kepada Klien

4. Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi

5. Tanggung jawab dan praktik lain

Nama kelompok :

DWI FAJAR WATI (20208398)

M. YULIANTONO (20208855)

RAHMAT ALDI S (20208991)